PHP DI TAHUN 2014



Sekedar Refleksi
piye kabare? Penak jamanku to?
Pernah lihat tulisan di atas? Bintang “iklan” ini adalah mantan presiden Alm. Soeharto. biasanya terpampang di bak truk dan bahkan sekarang sudah muncul dalam bentuk stiker. Entah siapa yang mula-mula punya ide ini, dengan lambaian tangan dan senyum khas seorang diktator, seakan-akan Pak Harto telah kembali dari tidur panjangnya dengan menyapa siapa saja yang dia temui. Ide awal mungkin iseng, tapi bagi penulis ini adalah ungkapan frustasi sebagian masyarakat kita yang lelah dengan carut-marut negeri ini.
Melihat realitas yang ada pada masa kini tentu tidak salah ketika ada sebagian masyarakat yang ingin kembali ke masa orde baru. Stabilitas ekonomi menjadi alasan utama kenapa masyarakat rindu dengan masa-masa ketika orde baru memimpin. Orang tua kita sering mengatakan dulu itu harga-harga murah, sembako mudah didapat, tidak seperti sekarang yang bahan makanan sekelas kedelai saja bisa langka. Selain stabilitas ekonomi, persoalan keamanan juga menjadi alasan kenapa masyarakat begitu rindu dengan rezim orde baru. Sekarang dimana-mana kita mudah menyaksikan konflik, entah itu konflik yang bersifat horizontal maupun vertikal. Di sisi yang lain, penagakan hokum di negeri ini juga memprihatinkan. Penegakan hokum masih tebang pilih,  siapa dan apa jabatannya. Dan yang lebih memprihatinkan adalah ketika penegak hukumnya bermasalah, seperti ketika adanya kasus penyuapan terhadap hakim dan juga penangkapan KPK terhadap ketua MK saat itu (Akil Mochtar). Korupsi tetap menjadi masalah besar. Walaupun hampir tiap hari kita menyaksikan penangkapan pejabat yang korup tapi tidak habis-habis juga koruptor di negeri ini, bahkan seakan-akan semakin berkembang biak.
Ketegasan seorang pemimpin menjadi kunci untuk menyelesaikan masalah-masalah di negeri ini, namun yang kita saksikan adalah pemimpin kita yang lebih suka mengeluh dan sibuk dengan segala bentuk pencitraan. Dan akhirnya pemimpin kita menjadi bagian dari banyaknya masalah di negeri ini. melihat kenyataan ini tentu menjadi hal yang wajar ketika masyarakat kita merindukan masa-masa ketika orde baru memimpin.

Menyongsong 2014
Tahun 2014 adalah tahun politik. Tahun dimana negara mempunyai gawe besar yaitu pemilihan umum (pemilu) yang diselenggarakan dua kali, yaitu tanggal 9 April 2014 untuk pemilihan umum legislative dan tanggal 9 Juli 2014 untuk pemilihan umum presiden. Sedangkan untuk partai peserta pemilu ada 12 partai dengan berbagai macam bendera dan latar belakang. Walaupun 2014 ramai dikatakan sebagai tahun politik, namun kegiatan politik – entah itu dilakukan oleh elit politik maupun orang biasa – dapat kita lihat setiap hari, entah itu di media cetak, televise maupun media online. Media kita tidak bisa lepas dari pemberitaan tentang politik. Kolom politik selalu menghiasi sebagian besar dari media-media yang ada di negeri ini. Jadi bisa dikatakan setiap hari adalah hari politik.
Walaupun pelaksanaan pemilu masih sektar 4 bulan lagi, namun partai peserta  sudah ramai melakukan pencitraan di berbagai media dengan caranya masing-masing. Meraka mulai menebar janji-janji perubahan, meskipun jadwal kampanye belum dimulai. Pencitraan menjadi hal yang wajib dilakukan untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Iklan politik mereka desain sedemikian rupa sambil berharap masyarakat lupa akan korupsi yang dilakukan oleh kader-kader partainya. Pencitraan yes! korupsi ok!
Korupsi dan partai politik seakan menjadi pasangan yang serasi. Dalam daftar yang pernah dirilis oleh ICW (Indonesia Corruption Watch) pada Junia 2013 setidaknya ada 52 kader partai politik yang terjerat kasus korupsi. Dan partai Golkar adalah partai terkorup dengan 14 kadernya yang melakukan tindak pidana korupsi. Selain itu ada 36 calon legislative yang bermasalah dengan kasus korupsi. dari data yang dirilis oleh ICW itu hanya ada Partai Nasdem dan PKPI yang terbilang bersih, karena memang mereka partai yang relatif baru dan kecil.

PHP Tahun 2014
Pemilu adalah kerja demokrasi untuk menghasilkan sistem kepemimpinan yang baik bukan sebatas pada ajang perebutan kekuasaan. Tetapi yang kita lihat sekarang adalah pemilu tampak seperti ritualisme Machiavellian. Liberalisme politik dibungkus atas nama demokrasi. Semua orang berebut kekuasaan dengan segala cara. Tak urusan dengan money politik dan janji yang menipu. Pokoknya dapat duduk di kursi dewan. Urusan rakyat nanti kalau sudah kembali modal. Hasilnya, pemilu yang menghabiskan triliunan rupiah itu tampak seperti perlombaan gaya dan citra untuk menarik simpati publik. Pemilu adalah arena kebijakan populis dan jargon politis yang digunakan untuk mengelabui rakyat.
Penulis merasa bahwa pemilu 2014 nanti hanya akan mengganti sosok presiden dan beberapa orang saja di kursi dewan. Penulis tidak menangkap adanya perbaikan kualitas dari partai peserta pemilu. Banyaknya kader partai yang korupsi mengindikasikan bahwa partai telah gagal dalam mendidik kader-kadernya. Cara instan yang dipakai parta politik dengan memasang selebritis sebagai calon legislatif (bahkan presiden) menunjukkan bahwa partai politik gagal melehirkan kader yang berkualitas. Sehingga kampanye-kampanye yang dilakukan pada nantinya hanya akan menjadi ajang  pamer janji-janji palsu dan masyarakat pun hanya akan diberi harapan palsu.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI BABAT KE JOMBANG

Haruskah HMI MPO dan HMI Dipo Islah?

Masjid Jami’ Nurul Huda Cangaan; Masjid Tertua Di Bojonegoro