Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2016

MEMBACA DAN KERJA PERADABAN

Buku adalah jendela peradaban. Ia tidak sekedar kumpulan tulisan, tetapi juga rekaman ilmu pengetahuan. Dari buku, kita tahu pemikiran tokoh-tokoh terdahulu yang bisa kita pelajari dan kembangkan, kemudian muncullah teori-teori baru dalam ilmu pengetahuan. Buku adalah kekuatan. Keberadaannya bisa mengancam penguasa yang tiran. Oleh karena itu keberadaannya menjadi terlarang. Seperti buku-buku Pramoedya Ananta Toer yang dilarang beredar oleh rezim Orde Baru.
KETIKA AKU MERINDUKAN SUGENG RAHAYU (SEBUAH CATATAN PERJALANAN DARI SEMARANG KE WONOSOBO) Rasa lelah belum sempat hilang, walaupun sudah semalaman aku beristirahat di Sekretariat HMI Cabang Semarang. Namun pagi itu juga, 11 April 2016, aku harus melanjutkan perjalanan ke Wonosobo. Kota yang diapit oleh dua gunung, Sindoro dan Sumbing. Aku sering menyebutnya dengan kota masa depan. Alasanku menyebut kota masa depan adalah, kota ini masih asri, sejuk, nyaman, dan jauh dari kemacetan. Aku berangkat bersama tiga temanku, satu orang dari Purworejo dan dua orang dari Jombang. kami berangkat sekitar pukul 09.00 WIB dari Sekretariat HMI Cabang Semarang, yang terletak tidak jauh dari RS. Karyadi. Kami berencana naik bus ke Wonosobo, namun bus tidak bisa langsung kami dapatkan di dekat Sekretariat, kami harus terlebih dahulu naik bus Trans Semarang sampai Banyumanik. Disitulah kami akan menunggu bus yang akan membawa kami ke Wonosobo. Siang itu Semarang cukup cerah, kontras dengan cua

ANTARA BOJONEGORO DAN SEMARANG

Melakukan perjalanan dengan kereta api sebenarnya bukanlah hal asing bagiku, tetapi lain ceritanya kalau kereta itu berangkat dari Bojonegoro menuju Semarang. Ini adalah pengalaman pertamaku. Sabtu itu, 8 April 2016, aku melakukan perjalanan dalam rangka Musyawarah Daerah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badan Koordinasi (Badko) Jawa bagian Tengah dan Timur. Bukan di Semarang sebenarnya lokasi musyawarahnya, melainkan di Kendal. Aku naik kereta Maharani, berangkat dari stasiun Bojonegoro pada pukul 07.40 WIB. Sebagai salah satu transportasi umum, maka otomatis kereta yang aku tumpangi terdiri dari banyak orang. Aku duduk bersama dengan seorang laki-laki yang tidak aku kenal. Di depanku ada seorang nenek bersama dengan cucunya dan seorang lelaki dewasa yang berasal dari Surabaya. diantara kami berlima, hanya aku dan laki-laki dari Surabaya yang begitu cair komunikasinya. Kami membicarakan banyak hal. Denga laki-laki disampingku, kami hanya diam. Sedangkan dengan nenek dan cucunya, kami
#3 Kenapa atas nama kemajuan, masyarakat adat selalu dikorbankan? Kenapa atas nama keindahan, penggusuran selalu dilakukan?

DARI BABAT KE JOMBANG

Siapapun yang pernah pergi ke Jombang kalau dari arah Bojonegoro dengan naik bus, pasti akan transit terlebih dahulu di Babat, Kabupaten Lamongan, untuk pindah bus jurusan Jombang. Dalam waktu sekitar 4 bulan terakhir ini, aku sering bolak-balik Bojonegoro-Jombang. Perjalanan biasanya aku mulai dari Bojonegoro dengan naik bus jurusan Surabaya dan turun di pasar Babat. Di Babat, aku lanjutkan dengan naik bus Puspa Indah. Bus yang menjadi primadona bagi siapa saja yang ingin ke jombang kalau dari arah Tuban, Lamongan, dan Bojonegoro. Memang bukan bus satu-satunya yang tersedia, tetapi diantara bus-bus yang lain, armada bus ini yang paling banyak. Fasilitas bus terbilang pas-pasan, malahan kalau hujan, terkadang anda akan mendapati atap bus yang bocor. Tetapi bukan masalah bus Puspa Indah yang menjadi perhatianku selama menempuh perjalanan bojonegoro-Jombang atau sebaliknya, tetapi pemandangan yang ada di sekitar jalan-jalan sepanjang Babat-Jombang. Kalau dulu, ketika aku masih duduk
#2 Aku melihat pembangunan di mana-mana, tetapi aku juga melihat penggusuran di mana-mana. Lalu, untuk siapa kebahagian dan kesejahteraan itu?
Muhtar Quotes #1 Bagi saya, keberpihakan adalah sebuah keharusan. Kita harus memilih, mau ke kanan atau ke kiri, mau ke barat atau ke timur, ke selatan atau ke utara. Tidak ada posisi netral. Bagi saya posisi netral adalah sebuah kejahatan. Kira-kira seperti itulah seharusnya seorang Intelektual.