Hidup adalah Kata-Kata

Beberapa tahun yang lalu kita disuguhi iklan politik salah satu politisi muda yang mengatakan bahwa hidup adalah perbuatan. Sebelumnya kita telah akrab dengan slogan hidup adalah perjuangan. Tetapi sekarang ini mungkin kita sepakat (entah sadar atau tidak) bahwa hidup adalah kata-kata.
Dahulu sebelum ditemukan media jejaring sosial, mungkin istilah perkenalan hanya difahami sebatas pada pengetahuan akan identitas dan pertemuan. Tetapi sekarang mungkin istilah perkenalan itu menjadi sangat luas sehingga akhirnya istilah perkenalan itu pun menjadi kabur. Dahulu kala kalau kita tidak pernah bertemu seseorang dan tidak pernah bertegur sapa kita akan dianggap tidak kenal, namun sekarang di media jejaring sosial, kita akan mudah mengenal orang walaupun kita tidak pernah bertemu dengan orang itu dan tidak tahu dari mana asal mereka.
Dengan media jejaring sosial sekarang ini kita bisa lebih dekat mengenal orang-orang yang di zaman dulu dianggap “untouchable”, artis misalnya, atau tokoh-tokoh yang diidolakan. Sekarang kita bisa melihat lebih dekat dengan mereka tanpa harus bertemu dengan mereka karena dengan hanya mengikuti akun mereka kita akan mendapatkan banyak informasi tentang mereka.

Untuk melihat “Syahrini” makan misalnya, kita tidak perlu mengikutinya sampai di tempat dia makan, cukup kita mengikuti status dia di media jejaring sosial. Untuk melihat persiapan “Agnes Monica” sebelum manggung kita tidak perlu melihat dia di tempat make up, cukup kita mengikuti status atau foto-foto dia di media jejaring sosial. Dengan hanya seperti itu kita seakan-akan sudah merasa sangat dekat dengan mereka.
Kita tidak tahu apakah status, foto atau catatan-catatan yang ada di media jejaring sosial itu memang diarahkan ke kita untuk kita konsumsi, atau itu khusus untuk seseorang, atau mungkin malah si pembuat itu tidak berniat mengarahkan status, foto atau catatan-catatan kepada orang lain alias hanya untuk koleksi pribadi. Tetapi bagi kita yang meihat dan membaca akan dengan mudah memberikan komentar atas itu semua dan kita merasa bahwa itu untuk kita nikmati.

Dunia Kata
Sadar atau tidak sadar kita telah hidup dalam sebuah zaman yang dipenuhi kata-kata. Dengan kata-kata itulah seakan kita benar-benar hidup. Banyak media jejaring sosial, seperti facebook, twitter, whats app, line, dll, adalah factor penting pendukung beralihnya dunia – mungkin – dari perbuatan ke kata-kata.
Ada orang yang setiap waktunya dia curahkan di media jejaring sosial. Berpindah tempat atau berganti aktivitas akan memaksa dia berganti status. Sehingga cukup hanya mengamati status orang di media jejaring sosial kita seakan-akan sudah mengamati kehidupan sehari-harinya. Bahkan terkadang hal-hal yang seharusnya menjadi privasi seseorang bisa dengan mudah kita konsumsi.
Kita sering melihat kegalauan teman kita karena asmara. Dia bercurhat ria di media jejaring sosial karena diputus oleh pacarnya. Dalam status itu dia sepertinya sangat bersedih. Sehingga akan muncul banyak komentar simpati kepadanya. Kemudian ada juga yang suka berbagi kemesraan, entah itu hanya berupa status atau dengan foto-foto. Misalnya foto-foto sedang berduaan, pelukan, sampai ciuman. Tidak hanya mereka yang sudah punya “pasangan,” yang masih jomblo pun juga sering berbagi kegalauan. Misalnya ketika malam minggu tiba, kita akan banyak melihat status orang-orang yang meratapi nasib karena tidak punya pasangan.
Sekarang di dunia kata-kata ini kita akan mudah melihat orang yang mendadak menjadi sangat religius. Ada yang dalam statusnya orang itu suka memakai ayat-ayat Al Qur’an, ada yang suka mengutip hadits Nabi, ada yang suka menampilkan kata-kata motivasi, sampai ada juga orang yang dalam statusnya banyak dipenuhi do’a-do’a. Namun, kita tidak tahu seberapa religius mereka di dunia nyata.
Bagi para aktivis pergerakan (terutama mahasiswa), media jejaring sosial adalah media paling ampuh untuk dipakai narsis. Di statusnya banyak mengutip kata-kata revolusioner dari tokoh-tokoh revolusioner. Pekikan kata merdeka!, revolusi!, Allahu Akbar!, dan lain-lain, adalah bumbu dari kata-kata indah para aktivis yang juga aktif di media jejaring sosial. Bagi para aktivis tidak lengkap rasanya kalau di albumnya tidak ada foto-foto demonstrasi atau seminar, maka diuploadlah foto-foto ketika demonstrasi atau seminar.
Di media sosial kita akan mudah melihat orang itu suka berkata kotor. Mulai dari jenis binatang sampai alat kelamin. Kita akan menyaksikan mereka yang jahat, mereka yang mesum, mereka yang suka mengumpat, dan mereka yang suka menggunjing orang. Kalau tim nasional kalah misalnya, kita akan banyak melihat umpatan-umpatan kekesalan para pendukung timnas di media sosial.
Kehidupan kita memang sudah beralih ke kata-kata (bahasa). Bahasa tidak hanya soal kumpulan huruf-huruf yang membentuk kata tetapi bahasa juga berarti perilaku manusia, perilaku binatang, kemajuan teknologi, atau dengan bahasa lain adalah bahasa berarti juga realitas atau fenomena. Tetapi seiring dengan membanjirnya media sosial, kehidupan dipersempit hanya dengan kata-kata, entah sebagai status atau gambar. Aku update status maka aku ada. Aku upload foto maka aku ada. Aku mengomentari status maka aku ada. Ya kira-kira seperti itulah gambarannya.
Desember 2013



Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI BABAT KE JOMBANG

Haruskah HMI MPO dan HMI Dipo Islah?

Masjid Jami’ Nurul Huda Cangaan; Masjid Tertua Di Bojonegoro