Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2015

Memaknai Hidup ; Urip Iku Mung Mampir Jalan-Jalan

Suatu hari ketika aku jalan-jalan di perpustakaan kampus, aku mendapatkan sebuah buku yang menarik, judulnya “urip iku mung mampir ngguyu.” Buku ini berisikan humor-humor yang menyegarkan otak. Bagi penulis buku ini, humor tidak hanya sekedar celetukan-celetukan yang keluar dari mulut untuk kemudian ditertawakan, tetapi si penulis mencoba untuk menjadikan humor sebagai sesuatu yang ilmiah, sebagaimana halnya kuntowijoyo yang mencoba menjadikan seni sejajar dengan ilmu pengetahuan yang lain. Bagi si penulis humor juga mempunyai epistemologi. Pada kesempatan yang lain, di siang hari, aku sempatkan untuk “ngopi” di sebuah kedai di sekitar kampus UIN Sunana Kalijaga. Ada sebuah tulisan yang menurut saya menarik yang terpampang di dinding kedai. Tulisan itu berbunyi “urip iku mung mampir ngopi.” Mungkin bagi kedai itu, kopi adalah sesuatu yang harus dicicipi dan itu menjadi segalanya dalam kehidupan ini. Kopi menjadi penyemangat dalam kehidupan, menjadi teman, menjadi penghidup dalam

Islam Yes, Negara Islam Nanti Dulu

Isu tentang negara Islam selalu menarik untuk dibicarakan di n egeri ini, sejak perdebatan antara kelompok Islamis dengan nasionalis dalam pembahasan piagam jakarta hingga kemunculan Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS). Di media-media, pemberitaan tentang NIIS mengalahkan pemberitaan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang biasanya selalu ramai dengan demonstrasi dan politisasi. Keberadaan NIIS sendiri telah banyak meresahkan negara-negara di dunia ini, tidak hanya negara-negara barat tetapi juga negara-negara di belahan bumi bagian Timur. Indonesia termasuk negara yang resah akan keberadaan NIIS. Hal ini diakibatkan oleh kebiadaban NIIS dalam mewujudkan cita-citanya, negara Islam, dengan membantai manusia dan memperkosa kaum perempuan.   Sudah ribuan nyawa melayang sia-sia, termasuk anak-anak yang tak berdosa dan tidak tahu apa-apa. Tentu menjadi tanda tanya besar bagi kita ketika ada sebuah kelompok yang memproklamirkan Negara Islam, tetapi dalam prakteknya tidak mence

Makna Isra’ Mi’raj dan Misi Profetik Ulama’ dalam Perubahan Sosial

Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah peristiwa yang bersejarah bagi umat Islam, dimana pada peristiwa itu untuk pertama kalinya umat Islam diwajibkan menjalankan shalat 5 waktu dalam sehari. Pada peristiwa itu pula, Nabi Muhammad SAW mengalami peristiwa-peristiwa yang luar biasa. Ia diberi kesempatan untuk “jalan-jalan” hingga ke langit ke tujuh dan bertemu dengan para nabi, melihat kenikmatan surga dan orang-orang yang disiksa di neraka, dan bertemu langsung dengan Allah SWT. Peristiwa religius yang dialami dalam Isra’ Mi’raj ini merupakan puncak pengalaman spiritual Nabi Muhammad SAW yang menjadi dambaan para ahli mistik atau para sufi. Meskipun demikian, Nabi Muhammad SAW tidak hanyut dalam kenikmatan puncak spiritual, ia memutuskan untuk kembali ke dunia dalam rangka menunaikan tugas-tugas kenabian. Ia harus melibatkan diri ke dalam sejarah perubahan manusia. Inilah yang disebut oleh Muhammad Iqbal dalam bukunya “Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam” sebagai etika profetik.

Kritik Gerakan Mahasiswa

Pada suatu hari, ketika aku masih menjabat ketua umum HMI Cabang Yogyakarta, aku pernah berdiskusi dengan salah satu pengurusku tentang masa depan gerakan mahasiswa, khususnya masa depan HMI. Pada diskusi yang hanya kami lakukan berdua itu, kami sepakat bahwa masa depan gerakan mahasiswa masuk dalam kategori suram, atau Madesu kalau kata bang madit. Kami tentu mempunyai beberapa alasan kenapa kami sepakat bahwa masa depan gerakan mahasiswa adalah suram, pertama, gerakan mahasiswa cenderung reaksioner dan latah dalam menyikapi isu-isu yang berkembang, entah itu isu yang bersifat lokal maupun nasional. Kedua, gerakan mahasiswa tidak kreatif dalam mendesain gerakannya. Pola gerakan yang dipakai masih memakai pola lama, yaitu demonstrasi atau gerakan massa. Gerakan ini memang berhasil menggulingkan rezim orde baru pada 1998, tetapi itu sudah berlalu 17 tahun yang lalu, sedangkan sekarang kondisi kultur demokrasi di Indonesia sudah banyak berubah. Kalau pada zaman orde baru, demokras

Mencari Bahagia

Aku baru sadar kalau koleksi buku tentang hukum tidak banyak  tersimpan di rak buku yang ada di kamarku. Koleksi buku yang ada di rak lebih banyak tentang novel, filsafat dan studi Islam. Tentu ini sangat lucu karena aku kuliah di fakultas syari’ah dan hukum, seharusnya koleksi bukuku lebih bayak tentang hukum dan fiqih. Aku baru sadar hal ini setelah masa aktif studiku di kampus tinggal beberapa minggu lagi. Ya, aku tinggal menunggu waktu dan panggilan dari pihak kampus terkait dengan status kemahasiswaanku. Apakah nanti aku harus di Drop Out ? Aku tidak bisa menjawab, tanyalah pada jarum jam yang terus berputar mengubah sang waktu. Bagiku tidak menjadi persoalan ketika koleksi buku hukum dan fiqihku tidak banyak. Aku sadar bahwa di dunia, kehidupan tidak hanya soal hukum. Tidak semua masalah akan selesai dengan hukum, malah terkadang hukum menjadi biang keladi dari permasalahan-permasalahan yang ada, dan terkadang hanya dengan tertawa segala masalah akan selesai. Oleh karena itu a

Mahasiswa Masuk Desa

Tadi malam saya menghadiri acara tasyakuran (lebih tepat seperti itu) atas penghargaan gelar Doktor Honoris Causa kepada Bapak Said Tuhuleley yang diadakan oleh Korps Alumni HMI. Gelar ini diberikan oleh Universitas Muhammadiyah Malang sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian dan pembelaan beliau terhadap kaum mustad’afin. Tentu ini menjadi hal yang menarik karena gelar ini diberikan dalam bidang pengabdian masyarakat yang sebelumnya jarang kita temui. Gelar ini memang pantas diberikan kepada beliau mengingat semangat beliau yang tak pernah padam meski sudah dimakan usia. Semboyan hidup beliau adalah “selama masih ada yang menderita, tidak ada kata istirahat”, tentu semboyan ini menegaskan keistiqamahan beliau dalam melakukan aksi-aksi pemihakan terhadap kaum mustad’afin. Dengan semboyan ini wajar kiranya ketika di usia yang sudah senja, beliau masih bersemangat untuk berjuang.

Tradisi “Nyumbang” dalam Pernikahan

Pernikahan adalah sebuah peristiwa yang sakral bagi setiap orang. Sehingga dalam acara pernikahan biasanya tidak hanya soal ijab dan qabul tetapi ada tradisi-tradisi yang mengikutinya, baik itu saat pernikahan berlangsung, sebelum pelaksanaan ataupun sesudahnya. Dalam tradisi yang berkembang di jawa misalnya, kita mengenal ada istilahnya siraman, midodareni, sungkeman, dll. Tradisi-tradisi itu adalah sebagai upaya untuk menjaga sakralitas dari sebuah pernikahan.             Dalam tradisi pernikahan yang berkembang di desa saya dan mungkin juga berkembang di daerah-daerah lain, ada sebuah tradisi yang bernama Nyumbang. Secara kasar, Nyumbang diartikan sebagai sodaqoh. Sodaqoh adalah memberikan sebagian harta kita kepada orang lain yang dipandang masih kekurangan dengan didasari rasa ikhlas. Dalam pernikahan biasanya Nyumbang berbentuk uang yang sudah dimasukin ke dalam amplop yang nantinya dimasukkan kedalam sebuah wadah yang sudah disiapkan.

Titik Nol Kilometer

Sahabat... sengaja aku singgah di kotamu ini sejenak menikmati malam yang semakin temaram beserta kenangan yang pernah mengikat kita di kaki langit Yogyakarta di tengah kebisingan kota ini pernah kita dengar suara-suara senyap menggetarkan jiwa dan di titik nol ini

Islam Agama Pembebasan

Islam adalah agama pembebasan. Seperti itulah kira-kira pesan dakwah yang dibawa oleh Muhammad SAW ketika diutus menjadi Nabi dan Rasul oleh Allah SWT lima belas abad yang silam. Pesan dakwah Nabi Muhammad SAW tidak hanya terbatas pada masalah tauhid – menyembah Allah SWT . Tetapi , juga mengarah kepada aksi pembebasan sosial, seperti meninggalkan praktek kapitalisme, pemerdekaan budak, dan penghargaan kepada kaum perempuan. Ajaran yang dibawa Muhammad SAW ini menuntut manusia menjadi pribadi yang shaleh, baik secara individu maupun sosial. Masyarakat Arab pra-Islam sering disebut dengan masyarakat jahiliyyah . Istilah jahiliyyah ini tidak merujuk kepada tingkat intelektual masyarakat Arab tetapi lebih kepada praktek sosial yang menindas dan monopolistik. Dalam praktek perdagangan misalnya, masyarakat Arab cenderung menjalankannya dengan sistem yang tidak adil, mereka membangun lembaga-lembaga kepemilikan pribadi, memperbanyak keuntungan, menumbuhkan disparitas ekonomi dan pemu

Urip Iku Urup

Pada suatu hari, ketika pulang dari kedai kopi mato, kira-kira pukul 03.30 dini hari, saya menjumpai beberapa orang yang sedang menyapu jalan di jalan Sultan Agung. Saya tidak tahu persis berapa orang jumlah mereka, tetapi yang jelas mereka tidak hanya laki-laki, ada juga diantara mereka adalah perempuan. Mereka memakai seragam kuning-kuning. Ya, mereka adalah pasukan kuning yang sedang bekerja. Jauh sebelum saya menjumpai peristiwa di atas, saya pernah dikejutkan oleh sebuah peristiwa dimana ada seorang bapak menarik gerobak sampah di depan kampus UIN Sunan Kalijaga, dan di dalam gerobak itu saya melihat ada anak kecil yang sedang bermain pesawat yang terbuat dari kertas. Saya dapat pastikan bahwa pekerjaan sehari-hari bapak itu adalah memungut sampah yang ada di depan rumah-rumah warga dan kos-kosan mahasiswa.