Mencari Bahagia
Aku baru sadar kalau koleksi buku
tentang hukum tidak banyak tersimpan di
rak buku yang ada di kamarku. Koleksi buku yang ada di rak lebih banyak tentang
novel, filsafat dan studi Islam. Tentu ini sangat lucu karena aku kuliah di
fakultas syari’ah dan hukum, seharusnya koleksi bukuku lebih bayak tentang
hukum dan fiqih. Aku baru sadar hal ini setelah masa aktif studiku di kampus
tinggal beberapa minggu lagi. Ya, aku tinggal menunggu waktu dan panggilan dari
pihak kampus terkait dengan status kemahasiswaanku. Apakah nanti aku harus di Drop Out?
Aku tidak bisa menjawab, tanyalah pada jarum jam yang terus berputar mengubah
sang waktu.
Bagiku tidak menjadi persoalan ketika
koleksi buku hukum dan fiqihku tidak banyak. Aku sadar bahwa di dunia,
kehidupan tidak hanya soal hukum. Tidak semua masalah akan selesai dengan
hukum, malah terkadang hukum menjadi biang keladi dari
permasalahan-permasalahan yang ada, dan terkadang hanya dengan tertawa segala
masalah akan selesai. Oleh karena itu aku tidak pernah merasa bangga dengan
bidang keilmuan yang aku geluti – hukum. Tidak bangga tentu bukan berarti tidak
suka, atau tidak menikmati proses.
Aku mungkin termasuk orang yang haus
akan ilmu, ilmu apa saja. Dari ilmu-ilmu yang ada di dunia kampus hingga
ilmu-ilmu yang tidak ada di kampus. Memang ada ilmu yang tidak ada di kampus?
Ada. Ilmu berperilaku sederhana dan apa adanya mungkin adalah ilmu yang tidak
ada di kampus. Pada semester ke 3, memang ada mata kuliah akhlaq tasawuf. Mata
kuliah itu harusnya membentuk pribadi kita menjadi orang yang sederhada, apa
adanya, dan cinta kepada Allah. Tetapi kenyataannya aku tidak mendapatkannya.
Yang aku rasakan kami hanya diberi tahu pernah ada tokoh yang namanya Syekh
Siti Jenar, Al Hallaj, Ibn Arabi, Jalaluddin Rumi, dan lain-lain, beserta
pemikirannya. Kami hanya dibentuk menjadi pengamat tokoh tasawuf. Dan terkadang
aku berfikir bagaimana mungkin kita menjadi pribadi yang sederhana ditengah
bangunan kampus yang megah, perilaku dosen yang mewah, dan kegiatan mahasiswa
yang hedon?
Ilmu lain yang tidak ada di kampus
adalah ilmu bahagia. Tidak ada kan mata kuliah “bahagia?” Ilmu ini bentuknya
abstrak dan bisa kita dapatkan di manapun. Di kampus, di sawah, di masjid, di
kantor, selama kita bisa menikmati dan menghikmati aktivitas kita. Dan aku
pikir semua manusia di dunia ini menginginkan hidupnya bahagia, tetapi tidak
semua tahu caranya menjadi bahagia. Tidak sedikit orang di dunia ini yang menghabiskan
uang jutaan, ratusan juta, hingga milyaran rupiah, sekedar untuk merasakan
kebahagiaan.
Untuk mendapatkan ilmu bahagia itulah, aku
memutuskan untuk memenuhi rak bukuku dengan buku-buku novel, filsafat dan studi
agama. Tetapi bukan berarti aku anti dengan ilmu hukum, karena hukum tetap
mempunyai peran penting dalam kehidupan. Dengan hukum terciptalah kedamaian di
dunia ini.
(5/13/2015)
Komentar