Memaknai Hidup ; Urip Iku Mung Mampir Jalan-Jalan
Suatu
hari ketika aku jalan-jalan di perpustakaan kampus, aku mendapatkan sebuah buku
yang menarik, judulnya “urip iku mung mampir ngguyu.” Buku ini berisikan
humor-humor yang menyegarkan otak. Bagi penulis buku ini, humor tidak hanya
sekedar celetukan-celetukan yang keluar dari mulut untuk kemudian ditertawakan,
tetapi si penulis mencoba untuk menjadikan humor sebagai sesuatu yang ilmiah, sebagaimana
halnya kuntowijoyo yang mencoba menjadikan seni sejajar dengan ilmu pengetahuan
yang lain. Bagi si penulis humor juga mempunyai epistemologi.
Pada
kesempatan yang lain, di siang hari, aku sempatkan untuk “ngopi” di sebuah
kedai di sekitar kampus UIN Sunana Kalijaga. Ada sebuah tulisan yang menurut
saya menarik yang terpampang di dinding kedai. Tulisan itu berbunyi “urip iku
mung mampir ngopi.” Mungkin bagi kedai itu, kopi adalah sesuatu yang harus
dicicipi dan itu menjadi segalanya dalam kehidupan ini. Kopi menjadi
penyemangat dalam kehidupan, menjadi teman, menjadi penghidup dalam kehidupan.
Seperti itukah maksud dari tulisan itu?
Semboyan
hidup yang hampir sama juga aku dapatkan pada para pecandu oplosan. Di jawa ada
filosofi “urip iku mung mampir ngombe.” Tentu yang dimaksud “ngombe” tidak
secara tekstual merujuk kepada minuman, tetapi mungkin itu telah diplesatkan
oleh para pecandu oplosan menjadi minuman – minuman keras. Sehingga filosofi
ini cocok bagi mereka hingga akhirnya memang sekedar minum, setelah itu
meninggal karena efek dari oplosan.
Apapun
slogan hidup anda, yang jelas kita ini adalah musafir – kata sahabatku. Musafir
juga berarti pengembara. Sifat utama dari sang musafir adalah menyejarah. Yaitu
mengisi ruang dan waktu dalam kehidupan. Menandai dan memaknai setiap langkah
perjalanan hidup. Menghadapi segala fenomena-fenomena yang kita temui. Tidak
jarang fenomena-fenomena itu berupa kerikil tajam atau bahkan berupa batu mulia
yang berharga ratusan juta. Semua itu adalah tantangan bagi sang musafir. Dalam
menghadapi realitas kehidupan, ada beberapa sikap yang biasa dilakukan oleh
manusia :
1. Sikap
kebosanan, memandang hidup ini dengan tanpa makna, suram, penuh frustasi. Sikap
hidup ini menyebabkan rasa pesimis, lesu, dan tanpa harapan
2. Sikap
menikmati, memandang hidup ini sebagai kesempatan untuk menikmati apa saja
sampai puas. Termasuk dalam kelompok yang mempunyai sikap hidup seperti ini
adalah kaum hedonis-materialis-konsumtif.
3. Sikap
menggairahkan, yaitu memandang kehidupan ini sebagai suatu perspektif yang
selalu memberikan harapan, peluang, dan kemungkinan-kemungkinan baru yang lebih
cerah. Di dalam sikap hidup ini,
setiap langkah selalu bermakna walaupun itu adalah rutinitas yang dianggap
membosankan.
Diantara tiga sikap hidup di atas, sikap hidup
menggairahkan adalah sikap hidup yang paling baik. Memaknai setiap langkah
adalah pembeda dengan sikap hidup yang lain. Kita boleh saja berjalan di dunia
ini dengan kencang, tetapi kita harus ingat bahwa waktu tidak hanya masa depan,
ada masa lalu dan masa sekarang, sehingga kita membutuhkan istirahat untuk
melihat masa lalu dan masa sekarang. Kita butuh istirahat untuk merenung,
merefleksi, dan memaknai. Itu adalah modal kita untuk melangkah lebih jauh dan
lebih kencang. Tentu kita tidak ingin seperti selembar daun yang hari ini masih
hijau, besok menguning, dan lusa jatuh dari reranting tanpa pernah menyadari
proses itu.
Komentar